Tahun Baru, Semangat Baru

Rabu, 30 Desember 2009 · 0 komentar



Baca Selengkapnya ...
Jumat, 25 Desember 2009 · 0 komentar

MALPRAKTEK KONSTRUKSI


Malpraktek tidak hanya terjadi di bidang kedokteran. Di bidang profesi yang lainpun malpraktek bisa terjadi. Di bidang konstruksi sebenarnya sering juga terjadi malpraktek yang disebabkan baik oleh pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa. Salah satu contoh malpraktek konstruksi adalah robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang yang terjadi pada tanggal 23 Desember 2009 yang lalu.

Robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang sangat mungkin disebut sebagai malpraktek konstruksi. Walaupun selama ini robohnya suatu bangunan tidak pernah disebut sebagai malpraktek. Kesalahan-kesalahan di bidang konstruksi yang dilakukan oleh orang-perorang atau badan usaha yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain menurut penulis dapat disebut sebagai malpraktek konstruksi. Dalam kasus Metro Tanah Abang kerugian dialami oleh masyarakat yang menderita luka-luka dan meninggal dunia. Apabila perencanaan dan pelaksanaan bangunan tambahan tersebut dilakukan oleh pihak lain (oleh penyedia jasa) , maka pihak manajemen Metro Tanah Abang sebagai pihak pengguna jasa juga dapat disebut mengalami kerugian.

Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dalam masa pelaksanaan yang menyebabkan tidak berfungsinya bangunan tersebut dapat dinyatakan sebagai kegagalan bangunan. Menurut Bab I Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Jasa Konstruksi Nomor 18 tahun 1999 yang dimaksud dengan kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) menegaskan bahwa tanggungjawab pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan konstruksi bukan hanya dalam rentang waktu pelaksanaan, tetapi berlaku juga setelah serah terima akhir pekerjaan. Pasal 25 ayat 2 UUJK menyatakan bahwa kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Penyedia jasa menurut Pasal 16 ayat 1 terdiri dari perencana, pelaksana dan pengawas konstruksi.

Berdasarkan berita dan foto-foto di lokasi kejadian yang dimuat media masa, konstruksi utama bangunan tambahan Metro Tanah Abang tersebut dibuat dari konstruksi baja. Hubungan antara konstruksi baja bangunan tambahan dengan bangunan induk Metro Tanah Abang kemungkinan dipakai baut sebagai konektor. Robohnya bangunan tambahan Metro Tanah Abang dapat disebabkan karena kesalahan perencanaan atau kesalahan dalam pelaksanaan dan pengawasan.

Dalam bidang perencanaan, kesalahan dapat terjadi karena ketidaktelitian dalam perhitungan. Misalnya ketidaktelitian dalam penentuan asumsi beban yang bekerja pada suatu struktur dapat menyebabkan kesalahan dalam menetapkan dimensi struktur yang bisa berakibat fatal. Kesalahan dalam pelaksanaan pekerjaan dapat disebabkan oleh pelaksana (kontraktor) atau oleh pengawas (konsultan supervisi). Kontraktor yang bekerja menyimpang dari speksifikasi teknis merupakan salah satu kesalahan pelaksana. Konsultan supervisi yang tidak benar dalam pengawasan, seperti misalnya membiarkan pelaksana bekerja menyimpang juga merupakan kesalahan pihak pengawas. Nah, apabila kesalahan-kesalahan tersebut dilakukan melebihi batas toleransi spesifikasi teknis dan mengakibatkan kegagalan bangunan, maka pihak-pihak terkait wajib dimintai pertanggungjawaban. Disamping akibat kesalahan yang disebabkan oleh penyedia jasa tersebut, kegagalan bangunan juga dapat disebabkan oleh pengguna jasa (owner). Misalnya pengguna jasa memanfaatkan bangunan tidak sesuai peruntukan awal yang menyebabkan beban yang terjadi pada struktur melebihi beban perencanaan.

Untuk menentukan pihak yang harus bertanggung jawab dalam kasus robohnya bangunan tambahan di pusat grosir Metro Tanah Abang, pihak yang berwenang dapat melibatkan pihak ketiga selaku penilai ahli (Pasal 25 ayat 3 UUJK). Penilai ahli dapat ditunjuk dari akademisi dan praktisi yang memang ahli dibidangnya. Melalui pemeriksaan pihak ketiga akan dapat diketahui letak kesalahannya, apakah terjadi kesalahan di perencanaan atau pelaksanaan/pengawasan.

Tanggungjawab penyedia jasa dalam UUJK Nomor 18 Tahun 1999 disebutkan dalam pasal 26 ayat 1 dan 2. Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. Sedangkan ayat 2 menyebutkan, jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi. Tanggungjawab pihak pengguna jasa disebutkan dalam pasal 27 UUJK.

Sanksi bagi penyelenggara konstruksi dijelaskan dalam Bab X pasal 41, 42 dan 43 UUJK. Pasal 41 menyebutkan Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini. Jenis-jenis sanksi sesuai pasal 42 dapat berupa peringatan tertulis sampai sanksi pencabutan izin usaha dan/atau profesi. Sedangkan sanksi pidana dan denda dijelaskan dalam pasal 43 sebagai berikut (1). Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. (2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak. (3). Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.

Baca Selengkapnya ...

sertifikasi

Jumat, 10 Juli 2009 · 2 komentar


SERTIFIKASI DAN DASI

Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi mewajibkan setiap orang yang terlibat dalam usaha jasa konstruksi memiliki sertifikat baik itu sertifikat keahlian maupun sertifikat keterampilan. Untuk orang-orang dengan keterampilan tertentu, misalnya tukang las professional memang wajar harus punya sertifikat keterampilan yang menunjukkan bahwa dia memang terampil dalam bidang las.

Yang masih mengganjal dalam pikiran saya, mengapa seorang sarjana teknik diwajibkan punya sertifikat keahlian? Misalnya untuk seorang perencana, menurut undang-undang dia harus punya sertifikat ahli dalam bidang perencanaan. Padahal seorang sarjana teknik memang dicetak untuk bisa sebagai perencana. Menurut saya, pengertian sarjana adalah orang yang ahli dibidangnya. Lulusan D3 diberi gelar Amd (ahli madya), jadi wajar S1 berhak disebut ahli. Untuk apa mendapat ijazah S1 kalau kemudian harus mencari sertifikat keahlian di luar kampus?


Untuk mendapatkan sertifikat keahlian/keterampilan bukan tanpa biaya. Perlu biaya jutaan untuk mendapatkannya. Saya pernah disodori tabel biaya untuk mendapatkan sertifikat keahlian dari sebuah asosiasi ahli teknik. Untuk mendapat sertifikat Ahli Utama harus rela merogoh kocek 12 juta lebih. Umur sertifikat (masa laku) hanya 3 tahun, setelah itu kita perlu registrasi ulang dan sudah tentu kena biaya lagi. Yang kemudian membuat jengkel adalah setelah mendapat sertifikat ahli, tidak ada perusahaan yang mau membayar salary lebih dari standar.

Tujuan sertifikasi adalah menciptakan orang-orang mumpuni dibidangnya. Kalau sekarang banyak sarjana teknik sipil yang kemampuannya diragukan, sebenarnya bukan sertifikasi jalan keluarnya. Menurut saya, yang harus diperketat adalah keluarnya ijazah sarjana dari kampus. Begitu mudahnya sekarang orang lulus sarjana teknik, dengan indeks prestasi diatas 3. Memang tidak semua perguruan tinggi longgar dalam kelulusan, tapi sebagian besar longgar dan gampangan. Tidak seperti jaman saya dulu, mencari indeks prestasi 2.5 saja bukan main sulitnya (bahkan sampai rontok rambut saya karena harus belajar dan belajar untuk IP 3). Ada beberapa teman yang harus drop out karena tidak mampu mengikuti perkuliahan. Sekarang ? PT saling berlomba mencetak sarjana, bahkan membuka program ekstensi segala. Ribuan sarjana teknik sipil lulus tiap tahunnya di Indonesia. Akibatnya, over supply tenaga teknik sipil yang ujung-ujung berimbas pada rendahnya salary. Sudah salary rendah, diwajibkan lagi keluar biaya untuk sertifikasi. Pusinglah para sarjana……….

Tidak berdasi
Tahun 2004 yang lalu saya iseng-iseng ikut sertifikasi untuk bidang supervisi jalan dan jembatan. Kebetulan waktu itu ada teman yang mau menanggung biayanya. Walaupun tidak setuju adanya sertifikasi bagi sarjana, saya paksa-paksakan ikut dengan harapan ada ilmu tambahan yang didapat. Ternyata? Memang tidak ada apa-apanya. Yang diajari sebagian besar spesifikasi yang memang sudah menjadi santapan sehari-hari pada waktu bekerja diproyek.

Suasana sertifikasi kadang gaduh pada saat sesi ujian/tes. Bayangkan, sekumpulan orang-orang yang bergelar sarjana teknik ribut saling contek. Sangat memalukan melihatnya. Ada soal ujian berupa hitungan yang gampang, hanya mencari berapa waktu pelaksanaan yang dibutuhkan sebuah proyek. Data yang diberikan : jumlah alat, kecepatan alat dan jarak tempuh. Ternyata banyak sarjana yang tidak bisa menjawab, merekapun akhirnya saling contek. Dilain waktu ada pengajar yang memberikan soal yang akan keluar pada sesi ujian besoknya, bahkan dengan gambaran jawaban segala. Alasannya mungkin karena peserta sudah membayar tinggi, sehingga kasihan kalau sampai tidak lulus……

Saya termasuk yang paling santai mengikuti sertifikasi. Kalau tidak bisa menjawab soal saya biarkan saja kosong, karena malu kok sarjana nyontek. Saya adalah satu-satunya peserta yang memakai celana jean dan tidak memakai dasi, sementara peserta yang lain pada rapi dengan kemeja lengan panjang dan berdasi bak direktur (saya melihatnya bukan seperti direktur, tapi seperti salesman). Pengajar-pengajar tidak ada yang memasalahkan kenapa saya seorang diri tidak berdasi. Hanya ada satu pengajar dari pusat (baca : Jakarta) yang menanyakan dengan ketus kenapa saya tidak berdasi. Saya jelaskan untuk apa berdasi, toh di lapangan nantinya tidak perlu berdasi pada saat mengawasi pekerjaan. Saya dianggap membandel, hanya karena tidak berdasi. Akibatnya ? Pada saat penutupan sertifikasi, saya tidak dipanggil ke depan untuk mendapatkan predikat terbaik. Padahal setelah saya bandingkan nilai saya dengan peserta lain, ternyata nilai dalam sertifikat saya paling tinggi. Nilai saya tinggi bukan karena saya pintar, tapi karena semua soal ujian sudah pernah saya kerjakan diproyek-proyek sebelumnya. Gara-gara dasi rupanya….

Baca Selengkapnya ...

Kampusku dulu........

Kamis, 21 Mei 2009 · 0 komentar



1987 - 1992,

disana dulu belajar beton bertulang, beton prestress, kayu, baja, mektek, mektan, lapangan terbang, pelabuhan, jalan raya, manajemen proyek, irigasi, hidrologi, sap80, sap90 dan lain-lain....

Baca Selengkapnya ...

DSDP (2)

· 1 komentar


DSDP, bersih itu mahal! (2)

Rusaknya Badan Jalan
Selain karena biaya operasional dan maintenance yang tinggi, yang juga membuat proyek DSDP mahal adalah biaya tidak langsung. Seperti bergelombangnya jalan raya Sesetan yang sudah pasti ada andil dari proyek DSDP. Perbaikan jalan tersebut di kemudian hari tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Kalaupun sudah diperbaiki, kerusakan badan jalan akibat proyek DSDP bisa muncul lagi dimasa-masa berikutnya. Hal ini disebabkan pemasangan pipa dengan system jacking tidak membuat kita tahu bagaimana kondisi dibawah badan jalan pasca konstruksi DSDP. Bisa saja masih ada lubang-lubang dibawah badan jalan yang tidak diprediksi, suatu saat bisa terjadi ambles lagi.

Pemasangan pipa lateral dari pipa induk menuju house inlet (di rumah penduduk) yang menggunakan system bor manual juga paling banyak menyebabkan amblesnya badan jalan. Hal ini disebabkan karena pengurugan kembali tidak maksimal, sehingga menyisakan lubang-lubang yang tidak kelihatan di bawah badan jalan. Setelah sekian lama akan ketahuan dengan amblesnya jalan disekitar pipa lateral. Seharusnya pengurugan bisa maksimal apabila material yang dipakai adalah material yang mudah pemadatannya, seperti pasir. Dengan dimasukkan pasir dan diikuti dengan penyiraman sampai pasir mengisi penuh lubang-lubang diluar diameter pipa, amblesnya badan jalan bisa dihindari. Harusnya konsultan perencana bisa ‘memaksa ‘ kontraktor untuk memakai material berpasir dengan cara membuat spek yang jelas serta khusus untuk urugan tersebut, dan estimasi biaya (Engineer Estimate) juga memasukkan harga material urugan pasir. Apabila tidak, maka kontraktor akan seenaknya bekerja.

Untuk mengurangi biaya perbaikan jalan yang dikeluarkan pemerintah, seharusnya bisa dengan menerapkan secara tegas klausul kontrak yang berhubungan dengan jaminan konstruksi (setelah jaminan pemeliharaan berakhir). Undang-undang jasa konstruksi mensyaratkan jaminan konstruksi paling lama 10 tahun. Biasanya dipakai 5-10 tahun. Apabila jaminan konstruksi dalam kontrak disebutkan selama 10 tahun, maka selama masa itu kontraktor wajib memperbaiki kerusakan-kerusakan yang disebabkan karena tidak beresnya pelaksanaan.

Bersambung……….

Baca Selengkapnya ...

DSDP, bersih itu mahal

Selasa, 19 Mei 2009 · 0 komentar

DSDP, bersih itu mahal!

Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) adalah proyek pembangunan jaringan limbah cair untuk kota Denpasar. Studi kelayakan proyek ini mulai dibuat sejak tahun 1993, Detail Engineering Design mulai dibuat tahun 1997 dan masa konstruksi (Phase I) mulai tahun 2003 dan rampung tahun 2008. Wilayah yang sudah dikerjakan adalah Kota Denpasar, Sanur dan Kuta (Seminyak dan Legian). Sedangkan untuk wilayah kelurahan Kuta belum dilaksanakan karena penolakan sebagian besar masyarakat.

Sistem yang dipakai DSDP adalah system gravitasi. Untuk wilayah dalam kota Denpasar, full system gravitasi. Sedangkan untuk Sanur dan Kuta, karena kontur yang tidak memungkinkan dibuatkan rumah pompa (Pumping Station) masing-masing di Jalan Danau Tempe untuk wilayah Sanur dan di Br. Abianbase untuk wilayah Kuta. Pumping Station dibuat untuk menaikkan elevasi pipa karena pada titik-titik tersebut galian pipa sudah mencapai kedalaman 7 meter. Di wilayah Sanur, lagi-lagi karena kontur tanah, dibeberapa tempat dibuatkan Wet Pit Pumping Station untuk menaikkan elevasi pipa. Untuk lokasi dimana pipa harus melintasi sungai, dipakai metode siphon apabila elevasi dasar sungai lebih rendah daripada elevasi dasar pipa.

Biaya yang sudah dihabiskan untuk membangun jaringan DSDP Phase I sudah ratusan miliar ( mungkin lebih setengah triliun? ). Konsultan yang mendesain dan melakukan supervisi sudah pasti dari negara yang memberi kita pinjaman (baca: hutang), yaitu Pacific Consultan International (PCI) konsorsium dengan konsultan lokal Indonesia. Kontraktor yang mengerjakan fisiknya juga konsorsium perusahaan BUMN dan perusahaan Jepang khusus untuk nilai kontrak di atas 100 miliar (International Competitive Bidding), sedangkan untuk nilai kontrak dibawah 100 miliar sebagian besar dikerjakan oleh BUMN.

Biaya konstruksi yang mahal dan biaya operasional serta maintenance yang mahal adalah wajar untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Kalau upaya penyehatan lingkungan tidak dimulai dari sekarang, biaya konstruksi akan semakin membengkak akibat semakin padatnya wilayah. Kerugian akan jauh lebih besar apabila lingkungan kita tidak sehat, pariwisata yang kita andalkan akan lesu darah akibat tamu-tamu sudah pasti akan menjauhi wilayah yang tidak sehat. Pemerintah tidak boleh mundur, harus jalan terus untuk melanjutkan pembangunan jaringan air limbah phase kedua. Biarkan orang mencibir “DSDP berbiaya mahal tapi tidak maksimal”. Hasil dari kerja keras pemerintah akan kelihatan beberapa tahun kemudian. Pihak legislatif juga harus mendukung penuh, dengan cara membuat anggaran yang cukup agar operational dan maintenance DSDP berjalan dengan baik. Pemerintah harus mensubsidi biaya operational dan maintenance tersebut, karena tidak mungkin badan yang mengelola DSDP hidup dari pungutan konsumen. Lebih baik biaya kunjungan pejabat dan dewan keluar negeri dihilangkan untuk selanjutnya dipakai mensubsidi biaya operasional dan maintenance DSDP. Itu jauh lebih bermanfaat.
Bersambung………….

Baca Selengkapnya ...

Bagaimana Silo dibangun

Senin, 18 Mei 2009 · 0 komentar



Bagaimana Silo dibangun?

Silo adalah tempat penampungan bahan semen atau semen yang biasanya ada di setiap pabrik semen. Di Bali, Silo ada di Singaraja yang dipakai untuk menampung semen produksi pabrik Semen Gresik dan Semen Tonasa. Semen curah hasil produksi kedua pabrik tersebut diangkut dengan kapal khusus untuk ditampung di silo. Dari Silo tersebut kemudian dipacking dijadikan semen dalam bentuk zak, dan sebagian diangkut dengan truck kapsul untuk memenuhi permintaan beberapa pengusaha beton ready mix.

Di pabrik Semen Gresik di Tuban (1992) saya ikut membantu menangani 2 buah Homogenezing Silo dan 4 buah Semen Silo. Sedangkan di pabrik Semen Tonasa, saya menangani full time 2 buah Blending Silo. Konstruksi semua silo tersebut hampir sama, beton bertulang dengan tambahan gaya prategang (post tension).

Diameter blending silo yang dibuat di pabrik semen tonasa sebesar 21 meter. Tebal dinding bagian bawah sampai ketinggian 20 meter adalah 1.2 meter. Setelah ketinggian 20 meter ketebalan dinding dibuat 60 cm. Ketinggian blending silo adalah 70 meter. Kabel prestress dipasang pada dinding ketebalan 60 cm, sedangkan pada dinding setebal 1.2 m tidak dipasang kabel prestress. Jarak kabel prestress bervariasi mulai dari 30 cm sampai 60 cm.

Sistim formwork (bekesting) yang dipakai adalah sistim slipforming yang dapat bergerak naik secara otomatis kurang lebih 30 cm setiap jam. Alat yang menggerakkan slipform adalah beberapa jack yang ditempatkan di tengah-tengah ketebalan dinding. Jack merambat naik pada sebatang besi (jack rod / climbing rod) yang ditanam didalam beton.



Pengecoran dilaksanakan selama 24 jam nonstop, sampai dinding mencapai ketinggian tertentu yang telah direncanakan. Pengecoran tidak boleh berhenti kecuali telah mencapai ketinggian tertentu dimana tower crane harus dinaikkan ketinggiannya. Pernah kita tidak pernah berhenti melaksanakan pengecoran selama 24 jam sepanjang 6 hari berturut-turut.
Pada saat awal (hari pertama) memulai pengecoran memang sulit karena harus mengkoordinasikan beberapa tenaga yang tugasnya berbeda-beda. Ada group tukang cor, ada group tukang pembesian, ada group tukang finishing dinding luar dan dalam, ada group tukang las yang tidak pernah berhenti menyambung jack rod, ada tukang pasang tendon prestress, dan ada satu group khusus memantau slipform agar bergerak naik secara bersamaan disepanjang keliling dinding. Ada juga surveyor yang bertugas memantau vertikal tidaknya dinding silo. Karena pengecoran secara terus menerus, maka tenaga dibagi 2 ship. Satu group bertugas siang hari dan satu lagi bertugas malam hari. Pada minggu berikutnya shipnya dibalik, yang malam bertugas siang dan yang siang bertugas malam.
Yang banyak menguras tenaga dan pikiran adalah pada saat melaksanakan eksperimen di lab beton, dimana untuk sistim slipforming jenis beton yang dipakai tidak sembarangan. Harus diperhitungkan kapasitas produksi tower crane sehingga didapat waktu yang dibutuhkan untuk sekali cor keliling dinding, maka akan didapat berapa setting time beton yang diperlukan. Beton yang pertama dituang tidak boleh setting sampai seluruh keliling dinding diisi beton. Sebulan lebih bereksperimen di lab, untuk mendapatkan beton dengan setting time yang dibutuhkan. Segala macam additive beton dipakai, tetapi tidak berhasil. Tidak seperti waktu mengerjakan silo di semen gresik, yang lebih mudah mendapatkan beton dengan setting time yang diperlukan. Akhirnya didapat kesimpulan ternyata semen yang dipakai oleh readymix adalah semen curah yang suhunya masih tinggi, sehingga setting time menjadi sangat cepat walaupun diberi additive. Satu-satunya cara adalah memakai semen zak yang sudah mengendap di gudang sampai suhu semen turun. Akan tetapi pihak pabrik semen tonasa tidak bisa memenuhinya, akhirnya saya usulkan agar dipakai air es untuk mencampur beton di batching plant sehingga diharapkan temperature beton menurun dan setting time beton tercapai. Semua orang tertawa mendengar ide tersebut, dan tidak dipakai. Pengecoran dilakukan dengan beton biasa dan tambahan additive saja. Hasilnya? Ketika slipforming dinaikkan, beton langsung crack dan keropos, karena setting time beton terlalu cepat. Harusnya slipforming dinaikkan sebelum setting time beton tercapai. Pada akhirnya, setelah kegagalan pengecoran pertama, maka usul pemakaian air es dipenuhi. Maka dibuatlah bak penampung es balok di batching plant untuk mendinginkan air pencampur beton. Setiap memulai pengecoran didatangkan satu kontainer es balok dari kota Ujung Pandang (sekarang Makassar). Hasil pengecoran otomatis bagus karena setting time beton terpenuhi……………

Baca Selengkapnya ...