Bagaimana Silo dibangun

Senin, 18 Mei 2009 ·



Bagaimana Silo dibangun?

Silo adalah tempat penampungan bahan semen atau semen yang biasanya ada di setiap pabrik semen. Di Bali, Silo ada di Singaraja yang dipakai untuk menampung semen produksi pabrik Semen Gresik dan Semen Tonasa. Semen curah hasil produksi kedua pabrik tersebut diangkut dengan kapal khusus untuk ditampung di silo. Dari Silo tersebut kemudian dipacking dijadikan semen dalam bentuk zak, dan sebagian diangkut dengan truck kapsul untuk memenuhi permintaan beberapa pengusaha beton ready mix.

Di pabrik Semen Gresik di Tuban (1992) saya ikut membantu menangani 2 buah Homogenezing Silo dan 4 buah Semen Silo. Sedangkan di pabrik Semen Tonasa, saya menangani full time 2 buah Blending Silo. Konstruksi semua silo tersebut hampir sama, beton bertulang dengan tambahan gaya prategang (post tension).

Diameter blending silo yang dibuat di pabrik semen tonasa sebesar 21 meter. Tebal dinding bagian bawah sampai ketinggian 20 meter adalah 1.2 meter. Setelah ketinggian 20 meter ketebalan dinding dibuat 60 cm. Ketinggian blending silo adalah 70 meter. Kabel prestress dipasang pada dinding ketebalan 60 cm, sedangkan pada dinding setebal 1.2 m tidak dipasang kabel prestress. Jarak kabel prestress bervariasi mulai dari 30 cm sampai 60 cm.

Sistim formwork (bekesting) yang dipakai adalah sistim slipforming yang dapat bergerak naik secara otomatis kurang lebih 30 cm setiap jam. Alat yang menggerakkan slipform adalah beberapa jack yang ditempatkan di tengah-tengah ketebalan dinding. Jack merambat naik pada sebatang besi (jack rod / climbing rod) yang ditanam didalam beton.



Pengecoran dilaksanakan selama 24 jam nonstop, sampai dinding mencapai ketinggian tertentu yang telah direncanakan. Pengecoran tidak boleh berhenti kecuali telah mencapai ketinggian tertentu dimana tower crane harus dinaikkan ketinggiannya. Pernah kita tidak pernah berhenti melaksanakan pengecoran selama 24 jam sepanjang 6 hari berturut-turut.
Pada saat awal (hari pertama) memulai pengecoran memang sulit karena harus mengkoordinasikan beberapa tenaga yang tugasnya berbeda-beda. Ada group tukang cor, ada group tukang pembesian, ada group tukang finishing dinding luar dan dalam, ada group tukang las yang tidak pernah berhenti menyambung jack rod, ada tukang pasang tendon prestress, dan ada satu group khusus memantau slipform agar bergerak naik secara bersamaan disepanjang keliling dinding. Ada juga surveyor yang bertugas memantau vertikal tidaknya dinding silo. Karena pengecoran secara terus menerus, maka tenaga dibagi 2 ship. Satu group bertugas siang hari dan satu lagi bertugas malam hari. Pada minggu berikutnya shipnya dibalik, yang malam bertugas siang dan yang siang bertugas malam.
Yang banyak menguras tenaga dan pikiran adalah pada saat melaksanakan eksperimen di lab beton, dimana untuk sistim slipforming jenis beton yang dipakai tidak sembarangan. Harus diperhitungkan kapasitas produksi tower crane sehingga didapat waktu yang dibutuhkan untuk sekali cor keliling dinding, maka akan didapat berapa setting time beton yang diperlukan. Beton yang pertama dituang tidak boleh setting sampai seluruh keliling dinding diisi beton. Sebulan lebih bereksperimen di lab, untuk mendapatkan beton dengan setting time yang dibutuhkan. Segala macam additive beton dipakai, tetapi tidak berhasil. Tidak seperti waktu mengerjakan silo di semen gresik, yang lebih mudah mendapatkan beton dengan setting time yang diperlukan. Akhirnya didapat kesimpulan ternyata semen yang dipakai oleh readymix adalah semen curah yang suhunya masih tinggi, sehingga setting time menjadi sangat cepat walaupun diberi additive. Satu-satunya cara adalah memakai semen zak yang sudah mengendap di gudang sampai suhu semen turun. Akan tetapi pihak pabrik semen tonasa tidak bisa memenuhinya, akhirnya saya usulkan agar dipakai air es untuk mencampur beton di batching plant sehingga diharapkan temperature beton menurun dan setting time beton tercapai. Semua orang tertawa mendengar ide tersebut, dan tidak dipakai. Pengecoran dilakukan dengan beton biasa dan tambahan additive saja. Hasilnya? Ketika slipforming dinaikkan, beton langsung crack dan keropos, karena setting time beton terlalu cepat. Harusnya slipforming dinaikkan sebelum setting time beton tercapai. Pada akhirnya, setelah kegagalan pengecoran pertama, maka usul pemakaian air es dipenuhi. Maka dibuatlah bak penampung es balok di batching plant untuk mendinginkan air pencampur beton. Setiap memulai pengecoran didatangkan satu kontainer es balok dari kota Ujung Pandang (sekarang Makassar). Hasil pengecoran otomatis bagus karena setting time beton terpenuhi……………

0 komentar: