DSDP (2)

Kamis, 21 Mei 2009 ·


DSDP, bersih itu mahal! (2)

Rusaknya Badan Jalan
Selain karena biaya operasional dan maintenance yang tinggi, yang juga membuat proyek DSDP mahal adalah biaya tidak langsung. Seperti bergelombangnya jalan raya Sesetan yang sudah pasti ada andil dari proyek DSDP. Perbaikan jalan tersebut di kemudian hari tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Kalaupun sudah diperbaiki, kerusakan badan jalan akibat proyek DSDP bisa muncul lagi dimasa-masa berikutnya. Hal ini disebabkan pemasangan pipa dengan system jacking tidak membuat kita tahu bagaimana kondisi dibawah badan jalan pasca konstruksi DSDP. Bisa saja masih ada lubang-lubang dibawah badan jalan yang tidak diprediksi, suatu saat bisa terjadi ambles lagi.

Pemasangan pipa lateral dari pipa induk menuju house inlet (di rumah penduduk) yang menggunakan system bor manual juga paling banyak menyebabkan amblesnya badan jalan. Hal ini disebabkan karena pengurugan kembali tidak maksimal, sehingga menyisakan lubang-lubang yang tidak kelihatan di bawah badan jalan. Setelah sekian lama akan ketahuan dengan amblesnya jalan disekitar pipa lateral. Seharusnya pengurugan bisa maksimal apabila material yang dipakai adalah material yang mudah pemadatannya, seperti pasir. Dengan dimasukkan pasir dan diikuti dengan penyiraman sampai pasir mengisi penuh lubang-lubang diluar diameter pipa, amblesnya badan jalan bisa dihindari. Harusnya konsultan perencana bisa ‘memaksa ‘ kontraktor untuk memakai material berpasir dengan cara membuat spek yang jelas serta khusus untuk urugan tersebut, dan estimasi biaya (Engineer Estimate) juga memasukkan harga material urugan pasir. Apabila tidak, maka kontraktor akan seenaknya bekerja.

Untuk mengurangi biaya perbaikan jalan yang dikeluarkan pemerintah, seharusnya bisa dengan menerapkan secara tegas klausul kontrak yang berhubungan dengan jaminan konstruksi (setelah jaminan pemeliharaan berakhir). Undang-undang jasa konstruksi mensyaratkan jaminan konstruksi paling lama 10 tahun. Biasanya dipakai 5-10 tahun. Apabila jaminan konstruksi dalam kontrak disebutkan selama 10 tahun, maka selama masa itu kontraktor wajib memperbaiki kerusakan-kerusakan yang disebabkan karena tidak beresnya pelaksanaan.

Bersambung……….

1 komentar:

Anonim mengatakan...
1 November 2009 pukul 23.11  

Yang terkasih Bpk Nyoman Upadhana,

Sebelum saya menuliskan komentar saya, terlebih dahulu saya ingin memperkenalkan diri saya.
Nama saya Martahan Purba, saya merupakan salah satu personil yang ikut mengerjakan proyek DSDP ini khususnya pemasangan pipa dengan sistim jacking (microtunneling) di sepanjang jalan waturenggong, sesetan, dan sebagian bypass hingga WWTP-Suwung, meskipun saat ini saya sudah berbeda "jurusan".
Pertama-tama akan saya coba jelaskan dahulu mengenai pekerjaan jacking khususnya yang dlakukan seperti pada proyek DSDP terdahulu. Pekerjaan pipa jacking adalah pekerjaan pemasangan pipa pre-cast dengan mendorong secara horisontal didalam tanah dari satu pit (departure/starting pit) menuju pit selanjutnya (arrival pit). Pekerjaan ini juga kadang disebut pekerjaan pemasangan pipa dengan galian tertutup/terowongan/no-dig/trenchless technology. Sedang metode galian yang dilakukan pada waktu itu adalah dengan sistem slurry excavation yaitu dengan mengubah materi didepan mesin bor (MTBM-Micro Tunneling Boring Machine) menjadi lumpur/slurry dan di transport dengan menggunakan pompa lumpur. Metoda pengambilan/penggalian ini technically disebut juga mud-pressure balance system, untuk simpelnya saya rasa bisa di bandingkan dengan hukum kesetimbangan gaya - Newton II(dalam hal ini gaya diganti massa). Volume material yang kita ekskavasi harus seimbang dengan volume pipa yang kita masukkan kedalam tanah. Dalam pekerjaan ini dapat saya informasikan dulu kami melakukan monitor vol.in=vol.out ini sepanjang pekerjaan. Tentu kemudian yang jadi pertanyaan, bagaimana jika vol-in≠vol-out tadi bukan? Jika hal tersebut terjadi-dan memang banyak terjadi akibat karakteristik tanah di bali yang berpasir- maka kami melakukan grouting pada area2 yang telah ditandai. Grouting ini sendiri deengan menggunakan cement milk maupun grout chem material.
Sementara itu pada tahapan pekerjaan jacking selesai juga dilakukan grouting di sepanjang bentangan pipa dengan cement milk, untuk meyakinkan bahwa seluruh sisi dinding luar pipa dengan tanah asli telah padat dan tidak akan terjadi pergeseran.
Selanjutnya saya akan membahas tentang pernyataan anda yang saya kutip disini "...Harusnya konsultan perencana bisa ‘memaksa ‘ kontraktor untuk memakai material berpasir...". Saya berani menjamin pada saat pekerjaan jacking tsb, 58 pit yang kami kerjakan saat itu seluruhnya diurug dengan menggunakan pasir super dengan pemadatan air.
Setelah pekerjaan ini dilakukan pengaspalan full layer di sepanjang jalan sesetan.
Untuk memastikan kepadatan sisa lokasi galian tersebut, setelah pekerjaan selesai dilakukan (kalau tidak salah bulan desember th 2006) kami melakukan non-destructive test yaitu geo-radar di sepanjang jalan sesetan untuk memetakan kerusakan dibawah badan jalan yang terjadi akibat pekerjaan jacking, dan setelah hasil nya keluar dilakukan grouting kembali pada tempat2 yang telah di tandai. 1 tahun kemudian bulan februari 2008 sebelum dilakukan penyerahan, kembali dilakukan Geo-radar test di sepanjang jalan sesetan. Pada saat ini kami tidak temukan ada kejanggalan (anomali kalau bahasa orang geologi) sehingga tidak dilakukan tindakan.
Ini sekaligus untuk sedikit mengoreksi pendapat bapak yang saya kutip disini, "..Hal ini disebabkan pemasangan pipa dengan system jacking tidak membuat kita tahu bagaimana kondisi dibawah badan jalan pasca konstruksi DSDP..."
Saya rasa berbagi informasi ini mungkin sangat kurang rasanya dikarenakan terbatasnya kemampuan saya dalam menulis, tapi setidaknya saya berharap ada poin-poin yang kiranya bisa menjadi terang untuk menambah pengetahuan kita, bukan begitu pak?
Saya sangat menghargai penghargaan bapak atas pekerjaan ini. Memang sampai saat ini masih banyak yang mengeluh pada dampak pekerjaan ini, bukan hanya di bali saya rasa di semua kota lain juga sama... tapi di bali lah yang saya rasakan masyarakatnya paling kooperatif dibanding kota lainnya. 2 jempol saya untuk semua kawan2 di bali.
Salam terhangat saya, kepada Bapak dan seluruh masyarakat Bali, khususnya denpasar.

Salam,
Martahan Purba